Analisis Sosiologi Sastra Naskah Drama "Anak Rantau" Karya Dian Tri Lestari
Analisis
Sosiologi Sastra Naskah Drama "Anak Rantau" Karya Dian Tri Lestari
23
Jumat,
November
ANALISIS SOSIOLOGI
SASTRA DALAM NASKAH DRAMA “ANAK RANTAU” KARYA DIAN TRI LESTARI 1
Oleh:
Triyana Purnama Putri
2
ABSTRAKSI
Lahirnya karya sastra umumnya dari
kondisi sosial suatu masyarakat. Salah satu karya sastra yang dekat dengan
masyarakat adalah drama. Drama merupakan rekaan kisah hidupan yang
direalisasikan di atas panggung. Dalam drama penonton dapat menemukan
peristiwa-peristiwa atau konflik-konflik sosial yang terjadi di masyarakat.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengkaji drama atau
naskah drama adalah pendekatan sosiologi sastra. Melalui pendekatan ini pembaca
diharapkan dapat dapat memahami bahwa setiap kehidupan sosial yang terjadi baik
dalam cerita rekaan maupun kenyataan tidaklah berbeda jauh.
Kata
kunci: Karya sastra, drama, pendekatan
sosiologi sastra.
PENDAHULUAN
Karya sastra dapat
dikatakan sebagai permodelan kisah hidup umat manusia yang tertuang dalam
bentuk lisan maupun tulisan. Dalam sifat alamiahnya sastra bagian dari seni
memiliki nilai artistik dan keindahan dalam isinya serta bersifat imajinatif.
Sastra sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial. Sastra dapat berperan
sebagai pencerita dalam kehidupan umat manusia yang berkembang dari waktu ke
waktu. Seseorang dapat mengungkapkan permasalahan sosial atau
pengalaman-pengalaman yang dialaminya maupun yang terjadi di lingkungannya, dan
kemudian dituangkan dalam sebuah karya sastra.
Naskah drama karya
Dian Tri Lestari yang berjudul Anak Rantau menyuguhkan permasalahan sosial yang
umumnya terjadi pada masyarakat yang masih memegang teguh pada adat istiadat.
Anak Rantau adalah kisah seorang pemuda urban yang terbawa arus pergaulan dunia
barat, berikut perubahan pola pikir dalam dirinya. Sampai saat ini persoalan
macam itu masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Seorang anak yang
tidak dapat memposisikan dirinya dengan baik pada lingkungan baru dan akhirnya
terbawa arus. Persoalan seperti ini menarik untuk dikaji lebih dalam, tentunya
dengan sebuah pendekatan. Pendekatan yang dirasa pantas untuk mengkaji naskah
drama ini adalah pendekatan sosiologi sastra.
[1] Laporan ini disusun sebagai salah satu
persyaratan akademik dalam menempuh perkuliahan dan kelulusan matakuliah Kajian
Drama yang diampuh oleh
Drs. H. Ma’mur Saadie, M.Pd. Yang diasisteni oleh Rudi Adi Nugroho, M.Pd
[2] Penulis adalah mahasiswa Prodi S1 Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UPI Angkatan 2011 dengan NIM. 1100628 kelas
dik-A
KAJIAN
TEORI
Sosiologi sastra
adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji karya sastra yang cara
kerja melibatkan aspek-aspek kemasyarakat. Baik itu ideologi, latar belakang,
ekonomi dan sosial itu sendiri. Sosiologi sastra juga merupakan pendekatan yang
menitik beratkan pada pengarang. Sastra sendiri pada dasarnya berperan sebagai
pencerita tentang kehidupan umat manusia dan berkembang dari waktu ke waktu.
Melalui sastra seseorang juga dapat mengungkapkan permasalahan yang terjadi
pada dirinya sendiri maupun pada orang lain maupun terhadap suatu bangsa.
Sosiologi sastra
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 855). Sosiologi sastra merupakan
pengetahuan tentang sifat dan perkembangan dari atau mengenai sastra karya para
kritikus dan sejarawanyang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi
oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, idelogi politik dan
sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang dituju.
Sosiologi
sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan
asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan
oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian
sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan
bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal
dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut (Soemanto,
1993; Levin, 1973:56).
Abrams
(1981 :178) juga mengungkapkan bahwa sosiologi sastra dikenakan pada
tulisan-tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang utamanya ditujukan
pada cara-cara seseorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi
masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan
jenis pembaca yang dituju.
Istilah
"sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para
kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara
pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi
ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang
bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudak terkondisi
oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams, 1981:178).
DESKRIPSI DATA
Data
yang digunakan dalam jurnal ini berasal dari naskah drama “Anak Rantau” karya
Dian Tri Lestari yang dikaji melalui pendekatan sosiologi sastra dengan
menganalisis permasalahan sosial masyarakat dalam naskah ini. Dalam mewakili
permasalahan tersebut saya mengambil beberapa kutipan dari naskah drama.
PEMBAHASAN
Dalam
naskah drama “Anak Rantau” karya Dian Tri Lestari tokoh yang disorot adalah
tokoh Amar. Amar adalah seorang anak rantau berusia 26 tahun. Permasalahan
sosial yang timbul dalam naskah drama ini adalah pola pikir seorang anak rantau
(dalam hal ini Amar) yang menganggap bahwa segala
peradaban berkiblat pada kebudayaan Eropa. Ia menganggap penyebab bangsa Melayu
(khususnya Indonesia) tidak lebih maju dari bangsa Eropa dikarenakan adat
istiadatnya. Pola pikir Amar tersebut sangat
bertolak belakangan dengan pola pikir dan adat orang-orang di lingkungan tempat
tinggalnya.
Kisah semacam ini bisa saja terjadi pada semua orang.
Membangga-banggakan bangsa lain dan menjatuhkan bangsa sendiri. Kejadian
seperti ini umumnya terjadi pada orang-orang yang melek pengetahuan dan
wawasan yang menyebabkan mereka berpikir kritis. Kebiasaan seperti ini juga
tidak terlepas dari pengaruh lingkungan mereka tinggal. Ada yang tanpa sadar
melakukan hal tersebut, namun, ada pula yang dengan sadar melakukannya. Dalam
hal ini, adalah Amar yang selalu kritis dalam berpikir dan selalu membandingkan
Negaranya dengan Negara orang lain (khususnya bangsa Eropa). Kegiatan
membanding-bandingkan yang ia lakukan malah menghasilkan buah pemikiran yang
akhirnya menjatuhkan bangsa sendiri dimata bangsanya.
AMAR
Amar uda pergi ke banyak kote
di Eropa, Afrika, Amerika, sekali ke Australia...tapi Amar belum sempat ke
Asia...
KAMELIA
Bukannye negeri kite ini
Asia, Bang ?
AMAR
Iye,
Lia. Cuma...abang pengen tengok macam mane cantiknye negare lain di Asia selain
Indonesia. Kate orang, Cine adalah negeri terbaik di Asia...ape agik Jepang.
Negara itu Cuma negara kecil, tapi industrinye luar biase. Jepang menduduki
peringkat ke-9 pendapatan per kapita tertinggi tahun 1997. Pendapatan per
kapita Jepang pernah $32.647, sedang kan Indonesia $18.000 dengan perbandingan
jumlah penduduk yang sangat besar di negara kite.
………………………………
………………………………
TOK LAT
Bagaimane dengan negeri kau
sendiri, Amar ?
AMAR
Belande ?
TOK LAT
Anak Rantau, Negerimu ! Tanah
Melayu.
AMAR
Oh,
tentu, Wak. Amar tak lupa dengan negeri Amar. Amar juga tahu kalau Indonesia
sedang pesta demokrasi. Beberapa kejadian politik dalam negeri cukup diketahui
di sana. Bahkan orang-orang Eropa menyanjungi Bali. Hewan-hewan khas Indonesia
seperti Harimau Sumatra, badak, atau orangutan. Tapi, Wak...di Eropa, sangat
jarang jalan raya, trotoar, bangunan sejarahnya rusak. Semua terjaga dengan
teknologi yang baik. Di sini, Amar melihat orang Indonesia memang demokratis,
namun sebenarnya mereka tak bisa membuka diri pada perbedaan pendapat.
Dalam dua buah kutipan tersebut tergambar jelas bahwa Amar
yang mula-mula menceritakan kemajuan-kemajuan Negara lain, kemudian
membanggakannya yang pada akhirnya menjatuhkan bangsanya sendiri. Hal seperti
inilah yang masih banyak dijumpai di Indonesia hingga saat ini. Banyak
orang-orang pribumi yang menjadikan kebudayaan atau kebiasaan dunia barat
adalah patokan dari peradaban umat manusia. Mereka mengelu-elukan
kemajuan bangsa lain, lantas membanggakannya yang pada akhirnya menghina bangsa
sendiri. Contohnya dalam dunia teknologi. Tidak sedikit masyarakat Indonesia
yang mengelu-elukan kemajuan teknologi Jepang misalnya. Jepang mempunya kereta
super cepat sinkansen, robot, dan teknologi-teknologi maju lainnya. Setelah
mereka membanggakan bangsa lain mereka seolah lupa diri yang kemudian menghina
bangsa sendiri dengan ejekan “Indonesia punya apa?”. Sah-sah saja jika kita
membanggakan Negara lain, karena sikap mengagumi adalah sikap yang manusiawi.
Namun, pada hakikatnya kita tidak boleh lupa akan dirinya sendiri. Kita
seharusnya berbuat sesuatu untuk bangsa bukan malah menghina dan menjatuhkan.
Baik, mari kita berlanjut ke pembahasan berikutnya.
MAK LONG
Nampak-nampaknye, kau cinte
same Eropa, Amar ?
AMAR
Benar, Mak
Long...negeri itulah yang mengajarkan Amar menjadi orang pintar dan kenal
banyak orang. Negeri itu mengajarkan kebebasan pada Amar. Tidak seperti di
sini. Setiap tingkah laku, bahkan berpikir pun harus dibatasi oleh adat. Amar
bahkan heran ngape orang-orang kite masih percaya same santet dan dukun kalo
die ngaku orang beragama
Dalam penggalan
dialog diatas, pengarang mengahdirkan persoalan baru, yaitu persoalan adat
istiadat bangsa melalui pemikiran kritis dari Amar. Peristiwa semacam ini
memang seolah mendarah daging pada bangsa kita. Dalam era modern sekarang ini,
walaupun telah mengenal agama, banyak dari kita yang masih percaya terhadap
dunia mistis. Bangsa Indonesia memang tidak akan maju jika terus saja
menanampakan pola pikir primitif seperti ini.
Jika dikaitkan dengan
kehidupan nyata saat ini dialog berikut ini memang sangat tepat. Seperti yang
telah saya paparkan sebelumnya, banyak dari masyarakat Indonesia yang menghina
bangsanya sendiri, tanpa sadar mereka adalah bagian dari bangsa yang mereka
hina. Mereka seakan lupa diri. Fenomena ini dapat dikatakan menggelitik
sekaligus miris. Betapa tidak, tanah kelahiran kita adalah Indonesia, sumber
penghidupan pun berasal dari bangsa ini. Tapi kita seakan lupa dan malah
berbalik menjatuhkan.
KAMELIA
Selama
ini Abang terlalu menyombongkan ilmu yang abang punye.
AMAR
Itu
bukan sombong, Kamelia, tapi menghargai ape yang kite punye. Aku tak suke liat
pola pikir orang-orang Melayu yang merendahkan diri. Menganggap diri tak ade
ape-ape. Itukah orang Melayu yang kau banggakan, Lia ? Orang Melayu yang
senantiasa merase rendah hati ? Munafik !
KAMELIA
Ingat,
Bang...abang orang Melayu. Orang Indonesia. Di sini Abang lahir anak beranak.
Di tanah inilah abang minta duit, abang makan minum. Lalu Abang ngine orang
Melayu ? Tahu ape Abang soal Melayu. Tahu ape Abang soal Indonesia.
Kutipan dialog di bawah ini menceritakan perdebatan antara
Amar dan Mak Long (saudara Amar). Perdebatan tersebut dipicu oleh Tok Lat (ayah
Amar) yang jatuh dari atas pohon kelapa dan menyebabkannya harus segera diobati.
Amar ingin ayahnya diobati oleh dokter sedangkan, Mak Long ingin Wak Minah
(dukun kampung) yang mengobati adiknya. Keinginan Mak Long cukup beralasan,
selain Wak Minah berpengalaman dalam urusan patah tulang, Wak Minah pun dapat
dengan cepat datang dan mengobati ayah Amar. Sedangkan, jika mengandalkan
dokter maka ayah Amar yang telah kesakitan akan menunggu lama.
Di beberapa daerah-daerah di Indonesia fenomena semacam
masih sering dijumpai. Masih banyak orang-orang desa yang lebih percaya
terhadap kerja dukun dibandingkan dokter. Salah satunya karena medan dan
fasilitas desa tersebut. Masih ada desa-desa di pedalaman Indonesia yang belum
tersentuh dengan fasilitas kesehatan. Atau bahkan, beberapa dari mereka harus
menempuh jarak yang jauh hanya untuk ke puskesmas kecamatan. Hal ini semacam
ini yang menyebabkan mereka lebih mengandalkan dukun kampung daripada dokter.
MAK LONG
Wak Minah masih di kampong
sebelah. Menantu die sakit parah!
AMAR
Mantri di sini ade kan ?
Ngape harus dukun itu yang diandalkan ?’
MAK LONG
Mantri itu tak tahu ngobat
orang salah urat, patah tulang, Amar...
AMAR
Biar Amar telpon Dokter.
Dokter orang Belande. Jangan pernah panggil Wak Minah ke sini!
MAK LONG
Barape lama dokter bise
sampai ke sini, Amar ? Sedangkan bapak kau dah kesakitan.
AMAR
Saye tak pecaya same dukun,
Mak Long ! Saye anak Bapak. Saye yang berhak menentukan siape yang menyembuhkan
Bapak !
MAK LONG
Kau kire aku siape, Amar ?
Aku kakak Bapak kau. Aku yang paling tue di sini!
PAK NGAH
Sudahlah, kite ambil jalan
tengah. Wak Minah tetap dipanggil ke sini. Dan kau Amar, kau panggil juga
dokter ke sini. Yang kite inginkan, Wak kau sembuh. Tak peduli siape tukang
obat!
SIMPULAN
Berkaca pada tujuan studi sosiologi dalam kesusastraan
adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara pengarang, karya
sastra, dan masyarakat (Pradopo, 1993:34). Penelitian-penelitian sosiologi sastra
menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari
masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan
jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut (Soemanto, 1993;
Levin, 1973:56). Dapat disimpulkan dalam naskah drama ini pengarang berusaha
menunjukkan fenomena kehidupan sosioal terutama di Indonesia khususnya yang
terjadi pada anak-anak rantau. Dalam naskah drama ini tentu terdapat nilai
sosial yang dapat dipelajari bahwa berpikir kritis
bukan merupakan tindakan yang salah. Hal tersebut akan sangat membantu untuk
menguak beberapa permasalahan kehidupan. Dalam berpikir kritis juga kita harus
tahu kebudayaan audience yang kita libatkan. Sehingga saat
mengunggakapkan pandangan kita terhadap suatu permasalahan tidak berbenturan
satu sama lain. Yang terpenting berpikir kritis harus dalam porsi yang
seimbang. Kita pun tidak bisa selalu berkaca terhadap bangsa lain dalam menggolongkan
suatu kemajuan. Karena tolak ukur majunya suatu bangsa itu relatif, sesuai
kemampuan bangsa itu sendiri.
Daftar
Pustaka
-------.
(2009). Pengertian Sastra Secara Umum Menurut Para Ahli. [Online].
Tersedia: http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/. [
11 November 2012].
-------.
(2009). Sosiologi Sastra. [Online]. Tersedia: http://sebuahcatatansastra.blogspot.com/2009/02/sosiologi-sastra.html.
[11 November 2012].
-------. (2009). Sosiologi Sastra.
[Online]. Tersedia: http:// images.opayat.multiply.multiplycontent.com. [11 November 2012].
-------.
(2011). Kajian Sosiologi Sastra Drama “Pada Suatu Hari” Karya Arifin C. Noor.
[Online]. Tersedia: http://arinanas.wordpress.com/2011/01/07/kajian-sosiologi-sastra-drama-pada-suatu-hari-karya-arifin-c-noor/.
[13 November 2012].
-------. (2012). Sosiologi Sastra.
[Online]. Tersedia: http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/. [11 November 2012].
Gustiani, Herawati Murti. (2011). Analisis
Sosiologi Sastra Dalam Naskah Drama ‘Lakon Koran’ Karya Agung Widodo.
[Online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/82014610/Makalah-Sosiologi-Sastra-Drama.
[12 November 2012].
Hutasoit, Novita Permai Sari. (2011). Analisis
Sosiologi Sastra Naskah Drama Cinta Dan Lain-lain. [Online]. Tersedia: http://vitapsh.blogspot.com/2011/12/analisis-sosiologi-sastra-naskah-kisah.html. [12
November 2012].
Santi, Dea Audia. (2011). Analisis
Sosiologi Sastra Naskah Drama “Petjar” karya Beni Johanes. [Online].
Tersedia: http://deaaudia.blogspot.com/2011/12/analisis-sosiologi-sastra-naskah-pertja.html.
[12 November 2012].
ass.
maaf saya insyaaloh dalam ujian drama mau menggarap naskah drama ini.
yang ingin saya tanyakan untuk logat atau dialek yang digunakan apa memang harus berdialek Melayu yang saya dengar seperti orang Malaysia atau bagaimana Ka? Trimakasih. mohon diberi tanggapan !!
yang ingin saya tanyakan untuk logat atau dialek yang digunakan apa memang harus berdialek Melayu yang saya dengar seperti orang Malaysia atau bagaimana Ka? Trimakasih. mohon diberi tanggapan !!
Ini
hanya saran saja yaa...
Mungkin akan tampak apik yah bila menggarapnya menggunakan dialek asli dari arahan naskahnya. Tapi, menurut saya akan lebih unik jika digarap menggunakan dialek yang berbeda, dialek sunda misalnya dengan menyesuaikan naskah asli tentunya. Namun, yang terpenting jika ingin berinovasi dgn dialeknya, isi dari naskah ini pun tidak boleh hilang. Maaf sebelumnya baru bisa saya tanggapi hari ini. Terima kasih semoga bermanfaat :)
Mungkin akan tampak apik yah bila menggarapnya menggunakan dialek asli dari arahan naskahnya. Tapi, menurut saya akan lebih unik jika digarap menggunakan dialek yang berbeda, dialek sunda misalnya dengan menyesuaikan naskah asli tentunya. Namun, yang terpenting jika ingin berinovasi dgn dialeknya, isi dari naskah ini pun tidak boleh hilang. Maaf sebelumnya baru bisa saya tanggapi hari ini. Terima kasih semoga bermanfaat :)
ass,,,
terimakasih tanggapan'y. !!! sepintas dalam pikiran saya tidak jauh berbeda dg
kak Triya,, untuk masalah dialek bisa saja menggunakan dialek Sunda. tapi
justru dg dialek melayu menjadi suatu tantangan bagi saya dalam membedah naskah
Anak Rantau.tapi saya sempat kebingungan juga mengenai dialek melayu mana yang
digunakan. karena d indonesia ada bberapa daerah yang memang dialeknya
mendekati dialek melayu.:)
setelah proses latihan berjalan saya mmpelajari dialek melayu di Kalimantan Barat, tepatnya di Entikong. pementasannya tgl 4 juni... Wow sudah bberapa hari lagi. minta do'a nya ya!!! trimakasih juga analisis di atas sangat membantu. sudah bberapa kali saya menyutradarai, smoga ini bisa menambah ilmu bagi saya.
Wass. :)
setelah proses latihan berjalan saya mmpelajari dialek melayu di Kalimantan Barat, tepatnya di Entikong. pementasannya tgl 4 juni... Wow sudah bberapa hari lagi. minta do'a nya ya!!! trimakasih juga analisis di atas sangat membantu. sudah bberapa kali saya menyutradarai, smoga ini bisa menambah ilmu bagi saya.
Wass. :)
Assalamualaikum.
. . Apresiasi besar untuk saya. Cukup kaget juga mengetahui jika,naskah ini
dianalisis secara akademis . . Saya merasa diapresiasi dan ikut mempelajari
karya yang saya tulis. . .
Waalaikumsalam...
Wah saya juga cukup kaget mbak, tahu ternyata analisis saya ditanggapi langsung
oleh pengarangnya. Sebelumnya maaf mbak jika dalam menganalisis karya mbak ini
terdapat kelancangan atau kata-kata yang kurang berkenan. Saya juga sangat
berterima kasih kepada mbak, karena telah menyempatkan waktu untuk
membacanya...
Komentar
Posting Komentar