Rangkuman Modul Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai Kebajikan
Tulisan ini cukup panjang. Namun percayalah, apabila Anda membacanya
tanpa melompati satu paragraf pun, Anda akan mengerti akhir cerita dalam
tulisan ini.
Filosofi Ki Hajar
Dewantara dan Pratap Triloka dapat memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Ki Hajar
Dewantara, yang juga dikenal sebagai pendiri Taman Siswa, adalah seorang tokoh
pendidikan Indonesia yang memiliki filosofi bahwa pendidikan harus dilakukan
dengan menghargai dan memperhatikan keunikan serta kebutuhan masing-masing
individu.
Filosofi ini dapat
diterapkan dalam pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin dengan
mempertimbangkan keunikan dan kebutuhan setiap anggota tim atau kelompok yang
dipimpin. Seorang pemimpin yang menghargai dan memperhatikan keunikan serta
kebutuhan masing-masing anggota tim atau kelompok akan dapat membuat keputusan
yang lebih baik dan lebih efektif.
Sementara itu,
Pratap Triloka adalah seorang ahli manajemen yang dikenal karena kontribusinya
dalam mengembangkan konsep-konsep manajemen yang berorientasi pada nilai-nilai
dan etika. Pratap Triloka mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus
mempertimbangkan nilai-nilai dan etika dalam setiap keputusan yang diambil.
Dalam konteks
pengambilan keputusan, nilai-nilai dan etika dapat membantu seorang pemimpin
untuk mempertimbangkan konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil terhadap
semua pihak yang terlibat. Seorang pemimpin yang berorientasi pada nilai-nilai
dan etika juga akan dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan lebih
bertanggung jawab.
Dalam
kesimpulannya, filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka dapat memberikan
pandangan yang berbeda namun saling melengkapi dalam penerapan pengambilan
keputusan sebagai seorang pemimpin. Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya
menghargai keunikan dan kebutuhan masing-masing individu, sementara Pratap
Triloka menekankan pentingnya mempertimbangkan nilai-nilai dan etika dalam
setiap keputusan yang diambil. Kombinasi dari kedua filosofi ini dapat membantu
seorang pemimpin untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih bertanggung
jawab.
Dalam
kaitannya dengan pengambilan jeputisan, penting untuk memiliki nilai-nilai yang
benar-benar dianut dan dipegang teguh dalam diri kita sendiri. Dengan
mempertimbangkan nilai-nilai tersebut dalam pengambilan keputusan, kita dapat
memastikan bahwa prinsip-prinsip yang kita ambil sejalan dengan nilai-nilai
tersebut dan dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih bijaksana, adil,
dan bertanggung jawab.
Dalam pengambilan keputusan yang kompleks, sangat penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang sesuai dengan konteks dan situasi yang dihadapi. Misalnya, dalam pengambilan keputusan bisnis, penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai seperti inovasi, keuntungan, dan pertumbuhan, sementara dalam pengambilan keputusan sosial, penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai seperti keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan
masyarakat.
Ketika proses pembelajaran dalam modul, saya melewati
banyak pembelajaran. Salah satunya adalah ketika mewawancarai beberapa kepala
sekolah dalam wewenang mereka untuk mengambil keputusan. Salah satu yang
menarik adalah, meski kepala sekolah tersebut belum mengetahui teori serta
belum secara pragmatis melakukan teknik coaching, kepala sekolah tersebut
sejatinya memanfaatkan paradigma coaching untuk meningkatkan potensi sekaligus
menyelesaikan masalah.
Saya tidak menyangka bahwa hal ini
secara signifikan akan slaing berkaitan antarmateri dalam modul PGP. Coaching
adalah salah satu teknik yang paling tidak menyakiti perasaan siapapun, menurut
saya, dan sejauh ini. Sebab, dibandingkan memutuskan sesuatu yang menyebabkan
salah satu pihak mau tidak mau dirugikan, melakui coaching, pengambilan
keputusan justru menjadi salah satu bentuk pemunculan potensi yang diterima
oleh semua pihak. Termasuk dapat ditolerir oleh nilai-nilai kebajikan yang
diyakini oleh masing-masing individu.
Oleh sebab itu, saya memikirkan
bagaimana coaching ini dapat dijadikan alat atau media pendukung dalam dunia
pembelajaran, ketika peran saya sebagai seorang guru atau rekan kerja di
sekolah. Tidak jarang, seorang guru mengalami dilema etika selama ia bekerja
atau mendidik siswanya.
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari
aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu
keputusan, terutama dalam menghadapi dilema etika. Sebagai seorang pendidik,
guru sering kali menghadapi situasi di mana ia harus membuat keputusan yang
sulit, dan seringkali keputusan tersebut melibatkan aspek moral dan etika.
Dalam menghadapi situasi ini, kemampuan guru
untuk mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya dapat membantu dalam
pengambilan keputusan yang bijaksana dan tepat. Seorang guru yang mampu
memahami dan mengelola emosi dan perasaannya, serta mampu membaca dan memahami
emosi dan perasaan orang lain, akan lebih cenderung untuk membuat keputusan
yang sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang ia anut.
Selain itu, kemampuan guru dalam mengelola dan
menyadari aspek sosial emosionalnya juga dapat membantu dalam membangun
hubungan yang baik dengan siswa dan kolega. Dengan membangun hubungan yang
baik, guru akan lebih mudah untuk memahami kebutuhan dan kepentingan siswa dan
kolega, serta mempertimbangkan mereka dalam pengambilan keputusan.
Dalam menghadapi dilema etika, guru harus mampu
mempertimbangkan berbagai faktor dan melihat situasi dari berbagai sudut
pandang, termasuk sudut pandang etika dan moral. Dengan kemampuan mengelola dan
menyadari aspek sosial emosionalnya, guru akan lebih mampu mempertimbangkan
nilai-nilai moral dan etika dalam pengambilan keputusan, serta memahami
konsekuensi dari keputusan yang diambil.
Dalam kesimpulannya, kemampuan guru dalam
mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan sangat berpengaruh dalam
pengambilan keputusan, terutama dalam menghadapi dilema etika. Seorang guru
yang mampu mengelola emosinya dan memahami emosi orang lain akan lebih
cenderung untuk membuat keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai moral dan
etika yang ia anut, serta mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan siswa dan
kolega. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk terus mengembangkan kemampuan
sosial emosional mereka untuk membantu dalam menghadapi situasi yang memerlukan
pengambilan keputusan.
Dalam
mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etika, seorang guru harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip yang mendasari tindakan mereka, seperti
kejujuran, integritas, keadilan, kesetaraan, kebajikan, dan tanggung jawab
sosial. Prinsip-prinsip ini harus dijadikan panduan dalam memecahkan dilema
etika dan situasi yang sulit. Guru hendaklah mempertimbangkan konsekuensi
tindakan mereka terhadap siswa, lingkungan belajar, dan prinsip-prinsip moral
dan etika yang mereka anut.
Itulah
mengapa pengambilan keputusan yang tepat sangat penting dalam menciptakan
lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Ketika keputusan yang
diambil didasarkan pada nilai-nilai moral dan etika yang benar, maka lingkungan
tersebut dapat menjadi tempat yang produktif, harmonis, dan nyaman bagi semua
orang.
Nyatanya,
tidak setiap teknik atau ilmu baru dapat diterapkan begitu saja di kehidupan
nyata. Saya pernah mengimbas pemahaman mengenai budaya positif ke rekan kerja,
bahkan hingga dua hari pelaksaan disertai praktik. Budaya positif tidak dapat
diterapkan serta merta sesuai ekspekstasi. Nyatanya, paradigma dalam diri
seseorang memiliki peranan besar untuk menjadikan sebuah konsep baru dijalankan
secara konsisten dan kontinyu, ataukah tidak. Paradigma ini tentunya erat
kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini oleh setiap orang.
Saya
merasa, bahwa mengubah paradigma guru lain untuk menjadikan kondisi yang
mendukung learning-community tidaklah semudah harapan. Patokan ‘bagus’ bagi si
A, belum tentu ‘bagus dan efektif’ bagi si B. Inilah tantangannya. Sebuah
keputusan yang akan diambil tentu tidak akan diterima seikhlas hati oleh
seratus persen warga sekolah atau rekan di sekolah saya. Sebab, ini erat
kaitannya dengan paradigma dan nilai yang dianut.
Namun,
tantangan ini tidaklah menjadikan halangan. Sebab, seluruh warga sekolah di
tempat saya mengabdi, mengutamakan keputusan yang dapat diterima oleh banyak
pihak. Maka, apabila keputusan itu diambil dan disetujui oleh banyak pihak,
tentunya risiko penolakan atau hal negatif lainnya dapat terminimalisir.
Sekarang
pembahasannya terhadap murid. Apakah pengambilan keputusan berpengaruh dengan
kemerdekaan murid?
Seorang
guru yang memerdekakan murid-muridnya adalah orang yang mampu membantu para
murid untuk menjadi individu yang mandiri, kreatif, dan berpikir kritis. Ketika
seorang guru membuat keputusan yang tepat dalam situasi yang sulit dan
kompleks, mereka dapat menunjukkan contoh yang baik dan mengajarkan para murid
untuk mempertimbangkan konsekuensi tindakan mereka terhadap orang lain dan
lingkungan sekitar.
Selain
itu, pengambilan keputusan yang tepat oleh seorang guru juga dapat membantu
menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi para murid. Ketika
keputusan yang diambil didasarkan pada nilai-nilai moral dan etika yang benar,
maka para murid akan merasa dihargai dan dihormati, sehingga dapat merasa
nyaman dan aman dalam belajar.
Pertanyaan selanjutnya yang menggelitik, tentunya adalah bagaimana keputusan yang memerdekakan murid sedangkan murid memiliki karakteristik yang berbeda?
Untuk
memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid yang berbeda-beda,
seorang pendidik harus memahami kebutuhan dan karakteristik individu murid,
menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, menyediakan sumber daya
pembelajaran yang beragam, dan melakukan evaluasi secara teratur. Dengan
melakukan hal tersebut, seorang pendidik dapat membantu para murid untuk
mencapai potensi terbaik mereka.
Poin
terpenting pada hal ini adalah pertimbangkan kembali sebelum memutuskan sesuatu
terkait murid. Kemudian, apabila memungkinkan dan tidak menimbulkan dampak
buruk, lebih baik libatkan murid. Jadikan ia berperan penting dalam proses
pengambilan keputusan. Dengan demikian, apabila terjadi kesalahan pengambilan
kebijakan, murid juga akan ikut belajar sehingga ia nantinya jauh lebih
bijaksana dalam mengatasi dilema.
Itulah
sebabnya, pemimpin pembelajaran yang dalam pengambilan keputusan juga
melibatkan murid, mampu membina karakter murid sehingga semakin berkembang di
kemudian hari. Sebagaimana seorang anak yang sudah mengenal perbedaan api dan
air, tentunya ia akan bijak memutuskan mana yang boleh ia sentuh dan mana yang
harus menggunakan pelindung. Akan sulit jika hanya diberikan pemberitahuan
saja, tanpa ia mengalami sendiri. Maka, kesalahan yang dilakukan murid itu
merupakan salah satu materi pembelajaran khusus yang tidak terikat dengan kurikulum
manapun.
Kesimpulan modul ini dan kaitannya dengan modul sebelumnya adalah:
- Tidak semua nilai kebenaran akan diterima dan dijalankan oleh semua pihak yang terlibat. Ada kalanya mengalah, ada kalanya melibatkan banyak faktor, ada kalanya bergerak lambat.
- Hasil akhir bukanlah sebuah ‘goal’, melainkan keharmonisan itulah ‘hasil akhir’ sehingga sangat penting menjaga relasi serta melibatkan peran semua hal sehingga sebuah prestasi bukanlah atas karya satu orang saja, melainkan ramai pihak yang terlibat. Hal ini akan menghilangkan rasa iri dan dengki sehingga visi bersama yang disepakati sejak awal tetap akan dijalankan secara berkesinambungan.
- Guru bukanlah guru yang sukses jika hanya menjadi sebab muridnya menjadi anak yang pintar ilmu pengetahuan. Melainkan, guru yang sukses adalah guru yang menjadi sebab seorang murid melewati semua proses pengalaman hidup yang berharga.
- Murid bukanlah produk yang dihasilkan oleh sebuah pabrik. Justru murid itulah CEO atau pemilik perusahaannya, di mana guru hanyalah salah satu jembatan bagi murid untuk mengarahkan apa yang terbaik sesuai harapannya.
Kesimpulan
materi modul 3.1
A.
Dilema
Etika dan Bujukan Moral
Dilema etika adalah situasi di mana seseorang harus membuat keputusan sulit antara dua pilihan yang dapat melanggar nilai etika yang dipegang atau membuat seseorang merasa tidak nyaman. Dilema etika seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan seringkali melibatkan keputusan yang berat, seperti memilih antara mengungkapkan kebenaran dan menjaga rahasia, atau memilih antara keuntungan finansial dan kejujuran.
Bujukan moral, di sisi lain, adalah situasi di mana
seseorang merasa terpaksa untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
keyakinan atau nilai moral yang dipegang. Bujukan moral seringkali membuat
seseorang terpaksa untuk melakukan tindakan yang tidak etis atau melanggar kode
etik.
B.
Paradigma
Pengambilan Keputusan
Ketika kita
menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang
bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan,
persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum
ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang
bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
1.
Individu lawan kelompok
(individual vs community)
2.
Rasa keadilan lawan rasa
kasihan (justice vs mercy)
3.
Kebenaran lawan kesetiaan
(truth vs loyalty)
4.
Jangka pendek lawan jangka
panjang (short term vs long term)
C.
Tiga
Prinsip Pengambilan Keputusan
Menurut (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip pengambilan keputusan adalah:
- Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
- Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
- Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
D.
Langkah-Langkah
Pengambilan dan Pengujian Keputusan
Terdapat sembilan langkah, yaitu:
- Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
- Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
- Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
- Pengujian benar atau salah (uji legal, regulasi, publikasi, dan panutan)
- Pengujian Paradigma Benar lawan Benar
- Melakukan Prinsip Resolusi (berpikir berbasis hasil akhir; berpikir berbasis peraturan; atau berpikir berbasis rasa peduli)
- Investigasi Opsi Trilema
- Buat Keputusan
- Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
Setelah
melewati beberapa modul hingga pada modul pengambilan keputusan, dampak yang
saya rasakan yang paling utama adalah pentingnya berpikir dan bersikap dengan
mempertimbangkan banyak sisi. Cara pandang saya terhadap orang lain dan masalah,
tidak pada satu sudut saja. Atau tidak berdasarkan satu pengalaman. Melainkan banyak
hal. Meski, pengambilan kebijakan akhirnya jauh lebih lambat daripada
sebelumnya, setidaknya hal ini memperkecil risiko buruk di kemudian hari.
Apabila
ditanyakan seberapa penting. Lihatlah kembali paragraf terakhir saya sebelum
ini. Bagaimana bisa saya mengubah cara pandang saya terhadap peran guru kepada
muridnya, kalau tidak melalui sebab pentingnya modul ini bagi saya.
Sangat menarik Bu Dian ^_^ oh iya dari tulisan ini saya baru mengetahui bahwa Pratap Triloka adalah nama seorang tokoh, saya pikir pratap triloka adalah 3 konsep among.
BalasHapus