Analisis Kasus Dilema Etika

 

Dinarasikan oleh Dian Tri Lestari, S.Pd. – CGP Angkatan 7 – SMP Negeri 1 Mempawah Timur

 

Kasus 1 (Dilema keadilan lawan rasa kasihan)

Disclaimer: Kepala sekolah meminta untuk merahasiakan identitas dirinya, nama sekolah, foto, serta nama rekan yang ia bimbing dalam kisah ini.

Gambar 1

Wawancara dengan Kepala Sekolah SD tentang Kasus Pak X

Tahun 2021, seorang kepala sekolah ditempatkan di sebuah SD Negeri XX di Kabupaten Mempawah. Salah satu dilema yang ia hadapi saat itu adalah terhadap seorang ASN yang menjabat sebagai penjaga sekolah. Kita sebut oknum ini sebagai Pak X. Pak X masih masuk kerja setiap hari. Hanya saja, Pak X tidak berada di sekolah hingga akhir jam kerja selesai. Biasanya, ia ke sekolah mulai pukul 06.00 pagi. Setelah membuka semua ruang dan mengurus beberapa hal lainnya, ia keluar sekolah sebelum pukul 09.00. Ia pergi mencari tambahan penghasilan, yaitu menjadi kuli bongkar muat barang di pasar.

Setelah mengetahui hal tersebut, kepala sekolah mengumpulkan data yang relevan melalui beberapa cara, yaitu mengecek waktu kehadiran Pak X di sekolah, menanyakan informasi pendukung dari rekan guru lainnya, hingga turun ke lapangan melihat kebenaran berita yang tersiar. Semua bukti dan penjelasan mendukung fakta bahwa Pak X sering meninggalkan kewajibannya sebagai ASN yang hanya sebentar saja ke sekolah untuk bekerja sebagai buruh bongkar muat barang di pasar. Alasan Pak X melakukan itu dikarenakan gaji yang ia terima sebagai ASN sudah terpotong dengan pinjaman bank. Ia juga memerlukan tambahan penghasilan sehingga memaksanya untuk bekerja di luar.

Langkah pertama setelah mengumpulkan data dan fakta, kepala sekolah berbicara dari hati ke hati. Belum masuk pada permintaan atau penyampaian pelanggaran aturan jam kerja. Kepala sekolah dan Pak X berbicara ringan sehingga kepala sekolah paham bahwa sebenarnya Pak X sendiri malu untuk bekerja di pasar, sedangkan banyak orang mengetahui bahwa dirinya adalah seorang ASN.

Setelah itu, belum ada perubahan yang signifikan dari Pak X. Akhirnya, langkah kedua, kepala sekolah memanggil Pak X secara pribadi di ruangannya untuk membicarakan terkait permasalahan tersebut secara khusus. Kepala sekolah menyadari hambatan terbesar dalam mengambil keputusan ini adalah (1) memberi pemahaman kepada Pak X tentang beban kerja wajib bagi ASN, (2) pentingnya menjaga amanah, dan (3) rasa kasihan kepala sekolah terhadap Pak X.

Kepala sekolah menyiapkan opsi keputusan apabila masih tidak ada perubahan atau ada reaksi negatif dari Pak X. Opsi pertama adalah terhalangnya Tambahan Perbaikan Penghasilan (TPP) karena daftar hadir Pak X tidak sesuai dengan aturan. Opsi kedua adalah pemberian SP secara bertahap.

Pembicaraan kemudian berlangsung dengan paradigma coaching. Pak X menyadari kesalahannya tanpa membantah. Kemudian Pak X yang memberikan solusi untuk permasalahannya sendiri. Solusi tersebut dianggap kepala sekolah adalah yang terbaik sebab merupakan jalan tengah antara aturan yang harus dilaksanakan dengan rasa kasihan terhadap kondisi Pak X. Solusinya adalah Pak X menambah waktu kerjanya hingga kurang lebih pukul 10.00. Kemudian kekurangan waktu kerja tersebut ditutup dengan masuk kerja pada hari Sabtu-Minggu.

Pak X pun menunaikan dengan baik sesuai kesepakatan yang telah ia ungkapkan sendiri. Bahkan hubungan dengan kepala sekolah membaik hingga Pak X pensiun ketika saya mewawancarai kepala sekolah.

Berdasarkan prosedur pengambilan keputusan, prinsip yang diambil oleh kepala sekolah untuk kasus Pak X adalah berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking).  Kepala sekolah menyadari bahwa ketika pembicaraan dengan mengedepankan saling mengerti, pengambilan keputusan akan sangat diterima oleh kedua pihak. Sosok idola kepala sekolah dalam prosedur pengambilan keputusan tidak terungkapkan secara eksplisit. Namun, tindakan dan cara penanganan kasus telah menjadi karakter beliau, yaitu mengutamakan rasa saling memahami.

Tidak ada jadwal atau tempat khusus untuk mengatasi dilema yang ia hadapi. Termasuk untuk menentukan keputusan. Di mana saja ia rasa dapat menganalisis kasusnya, maka opsi keputusan bisa saja muncul selagi ia dalam kondisi yang sehat, baik fisik maupun psikis. Pada mulanya, kepala sekolah akan melibatkan komite sekolah dalam pengambilan keputusan. Namun, hal ini urung ia lakukan mengingat Pak X sangat kooperatif. Melalui kasus ini, kepala sekolah mengambil pembelajaran bahwa,

“Sebelum memutuskan atau menghakimi sesuatu, carilah terlebih dahulu latar belakang permasalahannya. Cari data yang seimbang, tidak berat sebelah. Jika masalah diatasi dengan lemah lembut dan saling memahami, keputusan akan dilaksanakan dengan baik. Bahkan hubungan menjadi jauh lebih harmonis.”

Kasus 2 (Dilema Individu Lawan Kelompok)

Kisah Kepala Sekolah di Tempat CGP Bekerja dengan Salah Satu GTT

Gambar 2

Wawancara dengan Kepala SMPN1 Mempawah Timur

Dilema yang dihadapi oleh Kepala SMPN 1 Mempawah Timur adalah ketika salah seorang guru tenaga tidak tetap, seorang guru PJOK sering tidak masuk kelas. Alasan guru tersebut tidak masuk adalah karena mengikuti karantina selama lomba. Ia adalah salah satu atlet terbaik di Kalbar yang telah mengikuti PON di Papua tahun 2021 silam.

Kepala sekolah mengalami dilema etika yaitu anak-anak yang diterlantarkan dalam waktu yang sangat lama. PJOK tidak hanya belajar secara teori, melainkan harus praktik yang dibimbing oleh gurunya. Di sisi lain, oknum tersebut adalah salah satu aset terbaik sekolah serta memahami bahwa tugasnya sebagai atlet memang memungkinkan dirinya untuk mengikuti karantina dan perjalanan ke luar pulau.

Sebelum mengambil keputusan, kepala sekolah mengumpulkan data yang relevan, mulai dari bertanya kepada rekan guru sekaligus teman dekat Guru XY tersebut hingga informasi dari dinas pendidikan. Ada dua pilihan yang harus dilakukan Guru XY mengatasi masalahnya, yaitu tetap masuk sesuai jadwal atau mencari pengganti selama Guru XY dikarantina.

Pemanggilan untuk bertemu secara tatap muka pun dilakukan. Kepala sekolah memberikan nasihat. Guru XY meminta dispensasi agar diperbolehkan tidak mengajar selama ia mengikuti lomba. Kala itu, guru yang bersangkutan menetapkan tempo waktu. Akhirnya, kepala sekolah mencari pengganti dengan memberikan honorarium Guru XY kepada pengganti, namun nama Guru XY tetap terdaftar di Dapodik sekolah (mengingat untuk kepentingan rekrut PPPK).

Ternyata setelah beberapa waktu berjalan, Guru XY tidak melaksanakan tugasnya hingga melewati tempo yang ia tentukan. Kendala lainnya, beberapa guru pengganti tidak menjalankan amanah dengan baik sebab guru-guru pengganti tersebut juga mengajar di sekolah induk mereka masing-masing.

Kepala sekolah kembali menghubungi Guru XY agar mengajar siswa yang sudah lama ditinggal, bahkan oleh guru pengganti. Guru XY tidak melaksanakan tugasnya hingga pemanggilan berkali-kali.

Akhirnya, kepala sekolah membuat opsi terakhir, yaitu Guru XY diberhentikan sehingga sekolah dapat merekrut guru PJOK yang baru atau sekolah dapat meminta usulan tenaga pendidik ke dinas pendidikan. Jika Guru XY tetap ingin mempertahankan datanya di Dapodik, Guru XY wajib menjalankan tugasnya sebagai guru. Kepala sekolah meminta saran dari seluruh rekan kerja di sekolah dan salah seorang pengawas satuan pendidikan.

Berdasarkan saran dari pengawas sekolah, Guru XY yang harus mengutarakan sendiri untuk mengundurkan diri dari tenaga pengajar di SMPN 1 Mempawah Timur. Bukan diberhentikan oleh pihak sekolah. Kepala sekolah mempertimbangkan opsi tersebut karena pertimbangan bahwa Guru XY adalah seorang guru yang masih lajang, tidak punya tanggungan keluarga, menjabat sebagai non-ASN, dan alasan tidak mengajar juga dikarenakan kepentingan individu sehingga mengabaikan kepentingan anak-anak di sekolah. Oleh sebab itu, kepala sekolah merasa tidak ada hambatan untuk melaksanakan keputusan karena mempertimbangkan kepentingan sekolah.

Maka, sebelum langkah ini dijalankan, kepala sekolah mengirimkan surat peringatan hingga pada tahap SP ke-3. Pemanggilan terakhir kerap dilakukan hingga dalam kurun waktu yang sering diulur-ulur oleh Guru XY, pertemuan pun terlaksana. Guru XY memilih untuk mengundurkan diri dari SMPN 1 Mempawah Timur.

Prosedur keputusan ini dinilai sangat efektif bagi kepala sekolah karena pengunduran diri Guru XY bukan tercetus dari pihak sekolah. Melainkan, sekolah tetap memberikan opsi setelah hampir satu tahun proses mediasi ini dilakukan. Musyawarah dengan seluruh rekan kerja, dimulai dari pengawas sekolah, para guru, staf TU, dan teman dekat Guru XY juga menjadi langkah efektif agar keputusan yang dibuat dapat diterima tanpa adanya masalah baru. Faktor lain yang membantu kepala sekolah dalam mengatasi dilema ini adalah dengan membaca banyak literasi tentang pengembangan diri dan dakwah para rasul.

Pelajaran yang bisa ia ambil sebagai hikmah dari kasus Guru XY adalah,

“Jika ingin mengambil keputusan, harus melihat dari berbagai sisi. Tidak boleh spontan. Harus melihat dampak baik dan buruknya.”

Selain dilema antara individu vs kelompok, kasus ini juga berparadigma dilema jangka panjang vs jangka pendek. Artinya, bahwa kepala sekolah memikirkan nasib murid yang ditinggal kelasnya, data guru PJOK di Dapodik, dan kesempatan bagi guru untuk mengejar prestasi. Sedangkan prosedur pengambilan keputusan yang diambil kepala sekolah untuk kasus Guru XY adalah Ends Based Thinking, yaitu melakukan demi kebaikan orang banyak atau yang kita kenal dengan Berpikir berbasis pada hasil akhir.

 

Kasus 3 (Rasa keadilan lawan rasa kasihan)

Kisah Kepala Sekolah Baru dengan Seluruh Guru

 

 Gambar 3

Wawancara dengan Kepala SMPN XX Sungai Kunyit

Pak Laxamana baru menjabat sebagai kepala sekolah. Ternyata banyak guru tidak hadir pada saat upacara bendera setiap Senin. Sedangkan siswa diwajibkan mengikuti upacara bendera. Siswa yang tidak hadir diberi hukuman yaitu membersihkan toilet atau memungut sampah di halaman. Kemudian ditangani oleh BK. Sedangkan untuk oknum guru yang tidak mengikuti upacara, selama ini tidak ada tindakan. Mereka berdalih dengan berbagai macam alasan, misalnya lokasi tempat tinggal menuju ke sekolah.

Pak Laxamana mengumpulkan bukti dan informasi memperkuat perilaku para guru yang sering tidak ikut. Bukti dimulai dari mengumpulkan daftar kehadiran upacara, foto, serta kondisi nyata yang dirasakan langsung oleh Pak Laxamana ketika upacara.

Di sini ada pertentangan yang jelas, di mana apabila murid tidak hadir pada upacara atau terlambat, maka akan dikenakan beberapa tahapan sanksi, yaitu teguran verbal, memungut sampah, membersihkan toilet, hingga penanganan melalui BK. Namun, apabila guru tidak mengikuti upacara dan hadir terlambat ke sekolah, tidak ada sanksi atau penanganan sejenis.

Sebelum memutuskan, kepala sekolah menyiapkan beberapa opsi, antara lain:

  1. Penahanan pemberian TPP kepada guru bersangkutan dengan cara ketidakhadiran dalam upacara dianggap tidak masuk sekolah.
  2. Penurunan nilai pada SKP guru
  3. Guru yang merasa kendala tidak dapat upacara pagi karena tempat tinggal berbeda kabupaten/kota harus tinggal di sekitar sekolah
  4. Masuk seperti biasa dan menerima sanksi pelanggaran sesuai kesepakatan.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya kepala sekolah mengutarakan opsi keempat kepada para guru pada saat rapat kinerja. Keputusannya adalah, guru wajib hadir sebagai bentuk tanggung jawab dan keteladanan sebagai seorang guru (khususnya ASN). Apabila yang bersangkutan tidak hadir, maka akan ditangani dengan beberapa tahapan, yaitu (1) nasihat secara verbal dan di situasi santai; (2) pemanggilan secara resmi di ruang kepala sekolah dan dicatat di dalam buku pembinaan; (3) Disampaikan dan dibicarakan secara terbuka di dalam rapat koordinasi mingguan; dan tahap terakhir (4) penerbitan SP.

Berdasarkan prosedur pengambilan keputusan, yang dilakukan oleh kepala sekolah berbasis rules-based thinking. Dilema yang dialami oleh kepala sekolah adalah dilema antara rasa kasihan melawan keadilan. Satu sisi, kepala sekolah mengerti kondisi nyata para guru. Namun, di sisi lain, kepala sekolah perlu menerapkan aturan beban kerja ASN serta serta sebagai wujud keteladanan seorang guru terhadap siswa. Dalam pengambilan keputusan, tidak ada hambatan yang besar dirasakan oleh Pak Laxamana, sebab setiap ASN sudah mengerti beban dan tanggung jawab mereka. 

 

Daftar Tugas/Checklist Refleksi Wawancara:

 

No.

Tugas

Ada (A)/

Tidak Ada (TA)

1.

Isi: Hal-hal menarik apa yang muncul dari wawancara tersebut, pertanyaan-pertanyaan mengganjal apa yang masih ada dari hasil wawancara bila dibandingkan dengan hal-hal yang Anda pelajari seperti 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian, apa yang Anda dapatkan?

Ada

Saya sangat tertarik pada kasus pertama, yaitu Kepala sekolah yang saya wawancarai memenuhi 9 langkah pengujian dengan baik dan bertahap. Meskipun ia tidak mengetahui teknik pengambilan keputusan secara teoretis, kepala sekolah telah melaksanakannya dengan benar dan teratur. Bahkan hingga pada merefleksikan opsi keputusan sebelum melakukan pemanggilan kepada Pak X.

2.

Isi: Bagaimana hasil wawancara antara 2-3 pimpinan yang Anda wawancarai, adakah sebuah persamaan, atau perbedaan. Kira-kira ada yang menonjol dari salah satu pimpinan tersebut, mengapa, apa yang membedakan?

Ada

Dari ketiga kasus tersebut, keputusan yang mereka ambil hampir memenuhi 9 pengujian keputusan. Hanya saja pada trilema, hanya kasus ketiga yang memenuhi investigasi opsi trilema. Bagian yang menonjol dari salah satu kepala sekolah adalah pada kasus pertama, di mana kepala sekolah mampu menggunakan pembicaraan melalui paradigma coaching, padahal ia tidak mengetahui teori coaching sebelumnya. Ia juga meminta saya untuk merahasiakan identitas, bukan karena takut hasil keputusannya melanggar kode etik , melainkan menjaga nama baik dan hubungan dengan rekan kerjanya tersebut.

3.

Isi: Apa rencana ke depan para pimpinan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana mereka bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan mereka?

Ketiga pimpinan tersubut tetap akan menggunakan tahap komunikasi verbal secara akrab dengan oknum yang tengah dihadapi. Sebab hal ini menjadikan keputusan tetap manusiawi dan mempertimbangkan berbagai nilai kebajikan. Mereka mengukur efektivitas pengambilan keputusan karena berbekal pengalaman masa lalu. Mereka telah mengalami kasus yang berbeda namun penanganan yang sama dengan hasil yang efekif.

4.

Isi: Bagaimana Anda sendiri akan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?

Saya akan menerapkan salah satu dari ketiga prinsip penyelesaian dilema berdasarkan konteks sosial budaya, nilai-nilai yang dilanggara, dan tingkat urgensi masalahnya. Sikap mengerti dan memahami pihak lain sangat memberi pengaruh positif agar keputusan dapat dilaksanakan baik.

5.

Teknis: Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda?

Tulisan yang saya tulis pada awalnya melalui microsoft word, baru kemudian unggah ke blog pribadi. Publikasi di blog juga telah melewati tahap peninjauan ulang, termasuk amanah dari salah satu kepala sekolah (pada kasus  1) untuk merahasiakan identitas atau apapun yang mengarahkan pembaca blog menelusuri oknum penjaga sekolah tersebut. Oleh sebab itu, pada kasus 1, saya menyamarkan wajah informan dan name tag sesuai dengan permintaan beliau. Termasuk memilih latar belakang foto yang polos agar ornamen di ruangan beliau tidak mengindikasikan nama sekolahnya.

6.

Teknis: Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari  materi yang Anda ingin sampaikan?

Sudah ditinjau ulang.

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS KELAS IX, SENIN-KAMIS, 28-32 OKTOBER 2019

RPP DAN LKPD PEMBELAJARAN KOMBINASI LURING DAN DARING BAHASA INDONESIA TEKS PERCOBAAN (KD 3.1 DAN 4.1) KELAS 9 SEMESTER GANJIL