Dilema yang saya pernah alami adalah ketika memutuskan untuk mengikuti program Guru Penggerak atau tidak

 

Dian Tri Lestari, S.Pd.

CGP Angkatan 7, Kabupaten Mempawah

SMP Negeri 1 Mempawah Timur

 

Dilema yang saya pernah alami adalah ketika memutuskan untuk mengikuti program Guru Penggerak atau tidak.

 

 

Di satu sisi, saya menginginkan peningkatan mutu diri. Sisi lainnya, ada kekhawtiran bahwa saya tidak mampu menjalani semua tugas dengan benar. Sisi lainnya, saya merasa tidak nyaman atas ajakan kepala sekolah, pihak dinas pendidikan, pengawas satuan pendidikan, dan rekan lainnya.

 

Situasinya semakin rumit ketika nama saya didaftarkan dan hany saya satu-satunya di sekolah  tempat saya mengajar, yang mencukupi syarat mengikuti PGP. Adanya tuntutan dari profesionalitas kerja, membuat naluri untuk tidak ikut mulai akan dikalahkan dengan situasi yang pihak lain akan hadapi. Pertama, sekolah memerlukan seorang guru penggerak untuk meningkatkan mutu dan menaikkan eksistensi sekolah. Kedua, pencantuman nama oleh pihak dinas, yang bahkan dimintai langsung oleh salah satu senior saya, membuat rasa tidak nyaman bertambah selapis demi selapis. Ketiga, adanya kekhawatiran bahwa PGP akan semakin rumit di kemudian hari. Maka, selagi masih terbilang program yang baru di kabupaten kami, siapa tau prosesnya lebih mudah dibanding tahun-tahun selanjutnya. Namun, rasa khawatir masih menguat. Saya khawatir apakah materi atau kegiatan dalam PGP akan bersinggungan dengan prinsip yang saya pegang teguh?

 

Saya menanyakan kepada Guru Penggerak angkatan 1 di Kabupaten Mempawah. Mereka meyakini bahwa tugas Guru Penggerak tidaklah sulit. Bahkan, ibu hamil saja bisa melaluinya dengan baik.

1.       Uji Legal

Tidak ada aspek pelanggaran hukum yang saya lakukan apabila saya memilih untuk mengikuti PGP ataukah tidak. Sebab, setahu saya, tidak ada kewajiban dari pihak manapun. Sejauh ini hanya anjuran dan bujukan.

2.       Uji Regulasi

Selagi saya tetap menjalankan tupoksi kewajiban saya di sekolah, maka tidak akan ada pelanggaran kode etik. Termasuk apabila saya tidak mengikuti PGP pun, tidak ada pelanggaran kode etik yang saya lakukan.

3.       Uji Intuisi

Tidak ada kecurigaan bahwa keputusan yang saya buat adalah salah. Yang ada hanya kekhawatiran bahwa keputusan yang saya buat malah akan membuat saya semakin kewalahan di kemudian hari.

4.       Uji Publikasi

Saya tidak berkeberatan apabila ini dipublikasikan, termasuk prosedur memutuskan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak adanya pelanggaran kode etik dan sejenisnya.

5.       Idola saya tentu tidak akan mengambil keputusan yang saya buat. Sebab semakin banyak urusan duniawi yang saya kejar, maka semakin sedikit pula jatah waktu saya untuk beribadah dan untuk keluarga. Namun, saya juga ingat bahwa ustadz Nurul Dzikri hafidzahullah mengatakan, kurang lebih seperti ini, “Jadilah seorang muslim yang ahli. Maka, apapun yang akan kau amalkan, mereka tidak akan peduli, selagi antum bersikap profesional dan sangat diandalkan.”

 

Paradigma dilema yang saya alami adalah jangka pendek vs jangka panjang.

 

Prinsip penyelesaian dilema yang saya pakai adalah  melakukan demi kebaikan orang banyak atau yang kita kenal dengan Berpikir Berbasis pada Hasil Akhir (Ends Based Thinking)

 

Tidak ada opsi trilema yang saya gunakan. Pilhannya hanya dua. Mengikuti PGP ataukah tidak. Jika mengikuti, akan saya lewati dengan kemampuan maksimal. Namun, jika ada pelanggaran akidah beragama, saya akan berhenti.

 

Akhirnya, saya memutuskan untuk mengikuti PGP angkatan 7 dengan catatan bahwa apabila ada pelanggaran terhadap prinsip yang saya pegang teguh, yaitu tauhid kepada Allah akan dilanggar.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS KELAS IX, SENIN-KAMIS, 28-32 OKTOBER 2019

RPP DAN LKPD PEMBELAJARAN KOMBINASI LURING DAN DARING BAHASA INDONESIA TEKS PERCOBAAN (KD 3.1 DAN 4.1) KELAS 9 SEMESTER GANJIL